Battle of Britain yang berlangsung dari Juli hingga Oktober 1940 dianggap sebagai salah satu kekalahan telak Jerman pertama di Perang Dunia 2. Operasi pengeboman Inggris oleh Luftwaffe berakhir dengan rontoknya supremasi udara Jerman. Dan mulai saat itu, kekuatan Jerman tidak pernah lagi menjadi full dominan di teater barat.
Implikasi dari gagalnya Battle of Britain sangat panjang. Jerman menunda operasi militer mereka ke Inggris. Dan serangkaian operasi militer lain Jerman luncurkan untuk memperlemah pertahanan negara kepulauan itu. Kampanye di Afrika Utara untuk merebut terusan Suez dan Kampanye laut atlantik oleh U-boat adalah dua contoh diantaranya. Seperti kita tahu, kedua operasi itu gagal.
Lalu, apakaha sejarah akan berubah jika Jerman melanjutkan operasi mereka di Inggris?
Operasi udara di Inggris meskipun memungkinkan untuk diteruskan, namun hingga akhir Agustus 1940 nampak suram bagi Jerman. Kemampuan produksi pesawat Jerman dan Inggris nyaris sama, namun Jerman kehilangan lebih banyak pesawat dibandingkan dengan Inggris. Mengapa demikian?
Jerman menyerang Inggris dengan setidaknya dua tipe utama. Pesawat pembom jarak menengah He-111 didampingi dengan pesawat fighter seperti Bf 109. Pesawat fighter berfungsi untuk mengawal pesawat pembom dari serangan pesawat fighter atau interceptor dari Inggris seperti Hurricane dan Spitfire. Sayangnya, pesawat fighter Jerman mempunyai jarak tempuh yang terbatas. Mereka bahkan hanya mempunyai waktu terbang 10 menit di atas London. Waktu yang terlampau singkat untuk melindungi pesawat pembom.
Kerugian Jerman yang lain adalah soal pilot. Pilot-pilot Jerman yang tertembak jatuh diatas Inggris akan ditangkap dan dijadikan tawanan perang. Sementara itu pilot Inggris yang selamat dari pesawatnya akan dapat melanjutkan pertempuran. Bahkan ada cerita, seorang pilot jatuh tertembak dan kembali untuk beraksi di hari yang sama.
Jerman memang melanjutkan Battle of Britain dalam skala kecil. Operasi yang bernama “Blitz” bertujuan untuk menghancurkan moral warga negara Inggris dengan membom kota-kota besar seperti London. Namun skala dari operasi Blitz tidak lagi besar dan tidak lagi ada tujuan untuk mendaratkan wehrmacht di Inggris. Apalagi ketika tahun 1941, seluruh perhatian Jerman tertuju ke front timur yang akan menguras tenaga mereka.
Sepanjang 1940, angkatan udara Jerman setidaknya sudah gagal dalam 2 kali operasi mereka. Pertama, operasi menahan pengunduran pasukan sekutu di Dunkirk pada 26 Mei – 4 Juni 1940. Kedua, pada operasi Battle of Britain kali ini. Kedua kegagalan itu menjadi preseden bahwa hipotesis “kekuatan udara saja mampu menghancurkan sebuah kekuatan negara” tidak tepat. Atau setidaknya, teknologi yang ada di kala itu belum mampu membuktikannya.
Kemenangan sekutu di kemudian hari juga membuktikan kalau kekuatan udara sekutu yang membom kota-kota Jerman juga tidak mampu menundukan mereka. Angkatan darat-lah yang harus merebut kota-kota tersebut satu per satu. Di pertempuran pasifik juga begitu, marinir Amerika masih harus berdarah-darah dalam merebut kepulauan-kepulauan kecil. Hingga pada akhirnya, kekuatan bom atom menjadi penentu utama.
Jadi, kembali ke pertanyaan, apakah Jerman mampu menaklukan Inggris di tahun 1940?
Satu lagi hal yang belum diungkapkan di atas. Jerman tidak mempunyai angkatan laut yang cukup untuk mendaratkan pasukan di Inggris. Jika sampai Jerman berani mendaratkan pasukan mereka di pantai selatan Inggris, maka tentu saja Inggris akan all-out meluncurkan seluruh armadanya guna menghadang Jerman. Selama ini, armada Inggris disimpan dengan baik di pangkalan utara mereka di Scapa Flow. Pangkalan ini nantinya crusial untuk memburu U-boat dan Kapal tempur Jerman seperti Bismarck. Jelas dengan beberapa fakta di atas, Jerman hampir tidak mungkin untuk mendaratkan pasukan mereka melintasi selat Inggris. Operasi Singa Laut, hanya akan berdampak kepada hancurnya angkatan darat Jerman jauh lebih cepat dari seharusnya.