Juli 2014, serangan demi serangan roket saling meluncur baik dari Gaza maupun Israel. Korban berjatuhan, kebanyakan adalah penduduk sipil Gaza yang sama sekali tidak mempunyai perlindungan. Israel sendiri telah dari awal tahun 2000an membangun sebuah sistem yang mereka sebut sebagai Iron Dome. Sistem perlindungan yang mampu mencegah serangan-serangan udara dari mulai artileri, pesawat, hingga roket. Sebuah sistem yang barangkali adalah sistem pertahanan udara nomor wahid di dunia. Nyaris 95% serangan yang dilancarkan Hamas mampu ditangkal dengan sistem ini.
Perang tidak hanya terjadi di Gaza sana, namun di seluruh dunia. Di dunia maya, banyak sekali bermunculan ide-ide, pemikiran dan pendapat tentang pro dan kontranya mereka terhadap perang ini. Salah satu yang paling sering diperdebatkan adalah, apakah perang di Gaza kali ini adalah sebuah konflik agama? Apakah konflik kali ini adalah sebuah konflik Yahudi vs Islam?
Sebenarnya kembali lagi bagaimana kita memandang sebuah masalah. Apakah Yahudi itu kita pandang sebagai sebuah negara, agama, masyarakat, kesatuan politik, atau kombinasi diantaranya? Kebanyakan orang berpikiran bahwa Yahudi Agama, Yahudi Negara, Yahudi Masyarakat adalah sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan. Seperti halnya Arab dengan Islam, atau India dengan Hindu. Hanya saja, terkadang kasusnya tidak seperti itu.
Yahudi, seperti halnya Islam mempunyai banyak sekali cabang dan sekte. Kita mempunyai Sunni dan Syiah, di Yahudipun banyak sekali sekte, salah satunya bahkan yang kita kenal sebagai Kristiani. Sebuah cabang Yahudi yang percaya kepada Isa Almasih. Dan beberapa sekte Yahudi seperti Naturei Karta dengan tegas menolak aksi pengeboman yang dilakukan Israel pada saat ini. Mereka turun ke jalan dengan slogan yang simpel tapi begitu mudah untuk diingat, “Judaism is not Zionism.”
Saya di sini tidak akan menggomentari apa beda Judaism dan Zionism. Saya lebih tertarik mengomentari orang yang bersikeras bahwa konflik di Gaza adalah murni konflik keagamaan. Jika kita berpikiran bahwa konflik ini adalah konflik agama, maka agama-agama lain seperti Kristiani, tidak mempunyai hak untuk campur tangan di dalam. Padahal dalam kenyataannya, mereka juga ikut terlibat sebagai simpatisan Gaza dan atau justru Israel. Hal lucu lainnya adalah, banyak aktivis dan orang yang jelas-jelas mendeklarasikan diri mereka sebagai Atheist turut serta dalam kampanye pembelaan Gaza. Stephen Hawking adalah salah satunya. Bagi saya sendiri, memikirkan konflik Gaza adalah sebuah konflik keagamaan justru mempersempit makna konflik yang sesungguhnya. Seoalah-oleh konflik ini merupakan sebuah takdir yang sudah digariskan oleh kedua agama yang bertikai di sana.
Ada beberapa masa di mana Yahudi dan Arab Palestina dapat hidup berdampingan dengan damai. Dan sebenarnya, untuk waktu sekarang, perdamaian semacam itu dapat terjadi dengan jauh lebih mudah daripada masa-masa lampau. Hanya saja, butuh kepala dingin dua belah pihak untuk melakukannya. Apakah suatu saat perdamaian semacam ini dapat terwujud? Well ya biarkan waktu yang akan membuktikan.
Untuk sekarang, jelas bahwa serangan membabi buta terhadap Gaza adalah kejahatan. Sama seperti pengeboman Dresden, Nagasaki, dan Hiroshima tahun 1945. Dengan dalih apapun, pengeboman seperti itu adalah kejahatan yang harus dihentikan. Namun apa boleh dikata, sang pemenanglah yang menuliskan sejarah. Dan sang pemenang tidak akan mempunyai kejahatan.