Jika menilik kegagalan operasi Barbarossa, mungkin banyak yang bertanya mengapa Jerman begitu percaya diri menyerang Soviet. Negara itu oleh banyak buku sejarah dikatakan tidak terkalahkan. Napoleon pada tahun 1812 sudah membuktikannya, dan beberapa negara dunia sebelumnya. Banyak juga yang bilang, Russia adalah negeri yang mudah untuk ditembus, tapi untuk keluar darinya bakal susah sekali. Namun toh semua itu tidak menghentikan Hitler untuk melancarkan invasinya, mengapa demikian?
Jika kita hidup pada tahun 1940 sampai awal tahun 1941, mungkin kita juga akan mempunyai pemikiran yang sama dengan Hitler. Bahwa militer Soviet sedang tidak pada kekuatan tertingginya dan serangan ke negeri itu akan membuatnya kolaps dalam hitungan minggu. Ada beberapa faktor yang mendukung asumsi tersebut. Pertama, Soviet sedang mengadakan perombakan besar-besaran terhadap militernya. Perombakan ini menyapu habis beberapa petinggi militernya yang dianggap tidak loyal atau mempunyai kaitan dengan rezim Tsar sebelumnya. Menurut beberapa analisa, perombakan ini lebih kepada paranoia Stalin daripada kepentingan Soviet atau setidaknya partai komunis. Stalin ingin menancapkan kekuasaannya lebih dalam di negeri itu dan ia dengan tidak segan-segan akan melenyapkan orang yang ia curigai akan mampu menggoyahkan kursi kekuasaannya.
Kedua, Soviet nampak tidak sigap dalam beberap kampanye militernya. Setidaknya ada dua kampanye militer gagal yang dilancarkan Soviet dari awal tahun 30an. Pertama, ia membantuk Front Sosialis/Populis Spanyol dalam perang melawan Spanyol Nasionalis yang dipimpin oleh Jenderal Franco pada tahun 1936. Sosialis Spanyol gagal membendung kekuatan Nasionalis yang disokong oleh Jerman dan Italia. Kedua, Soviet gagal membuat kemenangan telak terhadap Finlandia di tahun 1939.
Soviet ingin memperluas perbatasannya sebagai buffer untuk operasi militer di masa mendatang. Meskipun Soviet sudah menandatangani perjanjian dengan Jerman melalui kesepakatan Molotov Ribbentrop terkait pakta non-agresi. Tapi kedua negara itu masih saling mencurigai dan saling tidak mempercayai satu sama lain. Akibatnya, Soviet membuat kebijakan untuk memperluas wilayahnya agar serangan militer di masa mendatang tidak langsung membabat habis titik-titik strategis di wilayahnya.
Karelia yang waktu itu masih menjadi bagian dari Finlandia adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan kota Leningrad atau St. Petersburg. Kota tersebut adalah kota kedua terbesar di Soviet dan nyaris merupakan pusat pelabuhan di negara tersebut. Jika kota tersebut sampai dikuasai musuh, makan tentu saja moral Soviet akan terpengaruh, dan tidak menutup kemungkinan juga akan membuat militernya runtuh. Ini yang sangat ditakutkan oleh militer Soviet. Dan memang pada Perang Dunia 2 nantinya, Soviet sangat berhati-hati dengan kota Leningrad. Mereka mencoba untuk mempertahankannya mati-matian walaupun warganya harus melakukan kanibalisme terhadap rekan-rekannya yang tewas.
Sebab ketiga adalah faktor kemenangan Jerman sendiri. Mereka mampu mengalahkan Perancis yang waktu itu notabene adalah angkatan perang paling modern di dunia dengan waktu yang relatif singkat. Memang Perancis belum melakukan mobilisasi maksimal, namun peralatan perang mereka jauh lebih unggul secara kualitas dibandingkan dengan Jerman. Perancis hanya kalah jumlah pesawat dibandingkan dengan tetangganya tersebut.
Victory disease yang diderita oleh Jerman membuatnya tidak sadar akan persiapan yang dilakukan oleh Soviet. Pada waktu Jerman menyerang Soviet, mereka tidak tahu jika negara itu mampu memproduksi hingga 500 tank setiap bulannya. Ini lebih dari kemampuan Jerman dan wilayah yang mereka duduki kala itu. Bagaimana para spionase NAZI gagal untuk mengamati hal ini adalah sebuah tanda tanya besar. Hitler sendiri pernah berkata, kalau aku tahu Russia mampu memproduksi tank sebanyak itu, tentu aku tidak akan memutuskan cepat-cepat untuk menyerang negara itu.