AI atau Artificial Intelligence adalah mesin yang dapat melakukan aktifitas layaknya ia mempunyai kecerdasan seperti yang manusia miliki. Ia bisa berbentuk sebuah perangkat atau software yang dibuat untuk menyelesaikan sebuah masalah tertentu atau berbagai permasalahan sekaligus (multi-purpose). Selama ini Artificial Intelligence dibuat utnuk membantu aktivitas manusia dari mulai produksi industri, kesehatan, keuangan, dan bahkan entertaiment seperti Game. Namun ada sebuah pertanyaan yang selalu mengelitik setiap pengamat teknologi pada khususnya, apakah Artificial Intelligence akan menggantikan manusia di dunia ini? Apakah AI dapat merubah demografi manusia sebagai pemimpin di dunia ini?
Di tahun 2014, Elon Musk, seorang pioneer teknologi yang membangun paypal dan SpaceX telah menggungkapkan ketakutannya terhadap Artificial Intelligence. Ia berkata, “The risk of something seriously dangerous happening is in the five year timeframe,” yang kemudian ia revisi menjadi “10 years at most.” ia kemudian juga menambahkan “The Artificial Intelligence will chase us there pretty quickly,”. Keterangan lengkap Elon Musk tentang Artificial Intelligence dapat dilihat di berita Washingtonpost berikut ini -> link. Noam Chomsky, Bill Gates, dan Steven Hawking juga pernah menggungkapkan ketakutan yang kurang lebih sama dengan Elon Musk.
Terminatoriphobia atau ketakutan terhadap AI yang akan berperilaku seperti robot-robot yang ada di film terminator mungkin hinggap di sebagian orang. AI yang ditanamkan di perangkat seperti robot akan mengambil alih teritori manusia, menggulingkan pemerintahannya, dan menghancurkan kita yang secara notabene adalah makhluk yang lemah. Namun ketakutan itu bukanlah sebuah isapan jempol semata, manusia kian lama kian tergantung pada tenaga mesin. Apalagi mesin otomatisasi yang mampu mengantikan sebagian pekerjaan manusia. Di stock market, pekerjaan sebagian pialang telah tergantikan dengan algoritma buatan. Dan sebentar lagi, navigasi kendaraan otomatis akan menggantikan pekerjaan sebagian besar supir. Lalu, apa lagi setelah ini?
Di Indonesia, tengah gencar yang namanya keterbukaan informasi. Sistem-sistem keuangan, bisnis, dll dibuat dalam bentuk IT. Layanan-layanan publik yang dahulu menggunakan tenaga manusia seperti pembuatan KTP, pembayaran pajak, perbankan, perlahan-lahan mulai digantikan dengan mesin (atau komputer lebih tepatnya). Semua mengatasnamakan transparansi, keamanan, dan kecepatan. Tiga hal yang kesalahannya dapat dengan mudah dilakukan oleh manusia. Lalu apakah manusia benar-benar dapat digantikan keseluruhannya oleh mesin? Dan apakah skenario yang terjadi di terminator dapat terjadi di dunia nyata?
Kemungkinan skenario di film terminator, atau matrix atau i-robot dan lain sebagainya mempunyai probabilitas yang cukup tinggi untuk terjadi. Namun bukan berarti skenario-skenario lain tidak dapat terjadi dengan probabilitas yang sama tingginya. Setidaknya ada dua skenario alternatif yang kemungkinan dapat terjadi. Pertama, AI dan manusia akan membaur. Manusia akan mentransfer ingatan dan kesadarannya sebagai data dan menjadikannya AI. Atau skenario kedua, meskipun AI dan manusia tidak dapat membaur, AI akan bertugas pada sektor-sektor tertentu yang pada jaman dahulu rentan jika berada di tangan manusia. Salah satu sektor tersebut adalah pemerintahan.
Selama berabad-abad, bahkan sampai sekarang, manusia selalu terbagi-bagi dalam negara, wilayah yang saling berperang satu sama lain untuk memperebutkan sesuatu. Terkadang, alasannya baik dan atau sekedar untuk mempertahankan diri. Namun tidak jarang jika alasan kita berperang adalah hal-hal remeh temeh nan sepele. Manusia selalu mempunyai nafsu, dan nafsu itu seringnya akan membawa kita ke dalam jurang kesalahan, kesia-sia-an dan perselisihan tanpa henti. Ada kemungkinan di masa mendatang, manusia akan sampai kepada satu titik dimana mereka lelah untuk memerintah kaumnya sendiri. Mereka akan lebih memilih untuk diperintah oleh AI yang mampu menentukan apa yang terbaik buat kita.
Apakah manusia akan rela mengorbankan free mind mereka untuk memperoleh ketenangan hidup? Saya tidak yakin bagaimana dengan jawaban sebagian besar orang lain, namun saya sendiri akan menjawab ya. Tidak ada gunanya hidup bebas, namun tidak mempunyai rasa aman yang melingkupi. Kepada negara kita membayar pajak, menahan diri untuk tidak melanggar hukum, mentaati peraturanya guna memperoleh keamanan dan kenyamanan hidup. Tidak menutup kemungkinan kita juga akan melakukan hal yang sama di masa mendatang, menyerahkan kemerdekaan kita untuk hidup terlindungi di bawah naungan pemerintahan berbasis AI.
Sekali lagi, saya tidak tahu bagaimana AI akan bersikap terhadap manusia. Namun sejauh yang saya ketahui, AI tidak mempunyai nafsu seperti yang kita miliki. Mereka tidak mati, tidak lapar, tidak haus, tidak takut, dan tidak mempunyai amarah. Mereka tidak ingin memperkaya diri, tidak ingin menjegal orang lain, tidak rakus, dan tidak mempunyai nepotisme. Bisa dibilang, jika sebuah pemerintahan AI ada di dunia ini, maka kita telah hidup di dunia Utopia. Sebuah dunia yang tenang, tanpa pertumpahan darah, tanpa peperangan, tanpa kelaparan, tanpa kesenjangan.
Mungkin pendapat saya sedikit bertentangan dengan ketakutan para tokoh dunia saat ini. Tapi alangkah baiknya jika memang skenario yang terlampau optimistik ini terjadi. Para pelaku kriminal akan dihukum setimpal dengan kesalahannya, tanpa memandang siapa dia. Para pelaku korupsi akan dihukum setimpal dengan apa yang telah mereka keruk secara rakus. Dan anak-anak akan mempunyai kesempatan pendidikan yang sama, tanpa mempedulikan latar belakang mereka. Manusia akan mampu menjalani kehidupannya secara tenang, sebuah hal yang tidak bisa diperoleh dalam kebebasan secara utuh. Saya hanya berharap, ketakutan yang diungkapkan para tokoh seperti Elon Musk dan kawan-kawan di atas tidak terjadi. Melainkan sebuah skenario alternatif yang jauh lebih manusiawi, apapun itu.