Indonesia terkenal dengan birokrasinya yang berbelit-belit. Mau bikin SIM sulit, KTP lama sekali waktunya, akta nikah pontang-panting. Seolah-olah istilah, kalau bisa “dipersulit mengapa dipermudah?” Itu sudah menjadi darah daging bagi setiap orang yang bertugas sebagai birokrat. Dari pegawai negeri, instansi pemerintah, badan usaha negara, bahkan penegak hukum.
Faktor manusia memang masih menjadi penentu sebuah birokrasi berjalan dengan baik atau tidak. Moral dari masing-masing personal dan cara berpikir mereka adalah kunci terciptanya sebuah good governance. Moral memang sulit untuk dibentuk, ia harus ditumbuhkan perlahan-lahan semenjak seseorang masih kecil. Dan ia harus diturunkan dari generasi ke generasi, membentuk sebuah budaya. Namun, bagaimana jika faktor manusia itu sendiri yang tidak lagi dibutuhkan?
Pertumbuhan artificial intelligence dan teknologi robot begitu pesat dalam beberapa tahun ini. Dan wacana untuk menggantikan beberapa tenaga manusia dalam sektor-sektor tertentu sudah diambang mata. Service pengantar barang sudah mulai menggunakan drone, mobil dengan kemampuan menyetir sendiri sudah diujicoba dan sukses. Tidak menutup kemungkinan, public service lain seperti pelayanan konsumen, kasir, dan lain sebagianya juga akan ikut terimbas. Dan yang lebih penting lagi, pelayanan publik terkait birokrasi.
Kantor pelayanan pajak, penegakan hukum, dan perijinan yang dahulu memakan waktu lama dalam pengerjaannya dapat dipersingkat dengan menggunakan AI yang memadahi. AI yang tidak mengenal korupsi dan lurus di dalam bertugas. Tidak ada suap, tidak ada belas kasih, siapa yang bersalah harus dihukum, siapa yang telat membayar pajak akan didenda, tidak ada kompromi dan tidak ada permainan di belakang.
Efisiensi birokrasi dengan menggunakan AI mungkin nampak terdengar menyeramkan, namun pada satu titik tak terelakan. Kemajuan teknologi manusia sekarang sudah sampai pada tempat dimana kita akan sulit sekali untuk dapat kembali ke era sebelum revolusi industri.
Akan banyak manusia yang dirugikan dengan proses peralihan itu, namun lebih banyak lagi yang diuntungkan. Misalnya saja dalam bidang penegakan hukum, saya pernah melihat sebuah tontonan menarik dengan judul Psycho-Pass. Di sana, sebagian penegak hukum sudah digantikan dengan drone. Dan manusia yang bertugas mengenakan pistol khusus dengan nama The Dominator. Pistol itu dapat mengukur koofisien kejahatan seorang kriminal, level bawah hanya akan bekerja seperti pengejut listrik, level menegah akan melumpuhkan, dan level tinggi akan menghancurkan tubuh sang kriminal. Dengan begitu hukum tidak akan memandang bulu, setiap orang yang bersalah akan dihukum sesuai dengan kejahatannya.
Well, apa yang saya sebutkan diatas mungkin masih jauh dari kenyataan. Tapi reformasi birokrasi dengan menggunakan robot sebenarnya sudah berjalan, bahkan di negara kita ini. Pembuatan portal-portal web untuk pelaporan, pajak, dan aduan adalah contoh nyata. Sistem-sistem itu pertama kali dibuat untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun tidak menutup kemungkinan bahwa sistem-sistem portal itulah yang nanti perlahan-lahan akan mengantikan kerja manusia. Birokrasi dengan sistem semacam ini kebal terhadap KKN, dan mempunyai keakuratan waktu yang jauh lebih besar.
Dan bagaimana dengan manusia itu sendiri yang dari subyek perlahan-lahan menjadi obyek dalam perkembangan dunia? Kita semua tidak mempunyai jawaban untuk permasalahan itu. Hanya waktu yang dapat menjawabnya, dan melihat proses perkembangannya akan sangat menarik.