Mengapa Sosialisme Ditakdirkan Untuk Gagal?

Sosialisme begitu diidamkan beberapa dekade lalu, ia seolah menjadi ideologi alternatif yang mampu menguasai dunia. Puluhan negara mengadopsinya dan mendewakannya, menjadikannya sebagai sebuah mitos dan juga kepercayaan. Namun hanya dalam waktu yang relatif singkat, sosialisme tumbang layaknya bidak-bidak domino. Satu persatu negara yang mengadopsinya kolaps, dan negara-negara yang masih bertahan terpaksa untuk memodifikasinya. Sekarang kita melihat China, Korea Utara, dan Kuba dalam ideologi yang unik. Mencoba mempertahankan slogan sosialisme-nya namun berbalut dengan kapitalisme, atau totalitarian.

Sosialisme

Karl Marx mencita-citakan sebuah dunia tanpa kelas, dimana semua orang mempunyai kesempatan dan hak hidup yang sama. Sebuah cita-cita yang sebenarnya tidaklah buruk. Namun di sisi lain, disinilah letak kesalahan, atau setidaknya kesukaran dari ideologi ini. Sosialisme menginginkan sebuah dunia Utopis, dimana harta seolah tak lagi punya suara. Dimana orang tidak perlu untuk bersusah payah mendapatkan kehormatan, dimana hidup yang nyaman adalah milik semua orang. Berita baiknya adalah, semua orang menginginkan hal ini, namun berita buruknya, dunia tidak bekerja dengan cara seperti itu.

Ketika membicarakan dunia, maksud saya adalah dunia-nya manusia. Manusia akan selalu mencari celah untuk kepentingan dan keuntungannya sendiri. Seorang pedagang akan selalu mencari laba, seorang pegawai akan selalu mencari kedudukan yang lebih tinggi. Merasa lebih kaya dan lebih berkedudukan dibandingkan orang lain adalah kepuasan bagi manusia, dan kepuasan itu adalah hal yang alami, hal yang lumrah. Kejadian yang sama ada pada makhluk hidup lain, singa pejantan yang kuat misalnya, ia akan selalu mempunyai kesempatan lebih untuk kawin dengan betina-betina yang jauh lebih banyak. Ia juga akan mempunyai wilayah teritori yang mempunyai paling banyak sumber makanan.

Manusia dalam sejarahnya belum mampu berbuat adil kepada siapapun. Walaupun kita mempunyai tatanan sosial berupa moral dan juga tatanan legal berupa hukum. Ketimpangan akan selalu ada karena itu adalah keterbatasan dan juga sifat alami dari manusia. Sifat ini ada bukan karena kita menyerah kepada hukum alam, namun kita memang tidak mampu untuk menghindari hukum alam yang ada di sekitar kita. Karena itulah, moral dan hukum dibuat oleh komunitas dan kemudian oleh negara. Kedua hal itu untuk mengatur dan membatasi ketamakan manusia, individualisme, dan kesewenang-wenangan.

Kembali lagi ke Sosialisme, mengapa ia tidak mampu untuk mengatur hidup manusia, padahal ia juga mempunyai tatanan moral dan hukum seperti diatas? Masalah hukum memang jelas diatur, dan moral tergantung dari masyarakat mana mereka berada, walaupun terkadang memang sedikit terabaikan. Jika dibandingkan dengan liberalisme ekonomi yang memang terkadang berbeda tingkatannya di banyak negara, sosialisme yang awalnya bertujuan untuk menyetarakan seluruh kesempatan warga negara justru menjadi cara untuk mengekangnya. Kekuatan negara semakin ditingkatkan untuk mengatur ekonomi sedangkan individu semakin berkurang haknya, ia seolah hanya tinggal menanti jatah yang diberikan dari negara ia tinggal. Sedangkan di ekonomi demokrasi liberal, kekuatan manusia dan negara seimbang, atau setidaknya berada di kawasan di mana negara punya batasan tertentu dan individu juga mempunyai batasan tertentu pula. Inilah yang menyebabkan orang merasa tidak dikekang, atau mempunyai kepuasan dalam hidupnya. Ia mampu mengusahakan sesuatu jika negara tidak mampu memberikannya sesuatu. Hal ini tidak dapat kita temui di sistem ekonomi sosialis, jika negara gagal, maka gagal-lah seluruh individu di dalam negara itu.

Lalu apakah negara liberal demokrasi dapat dikatakan berhasil dengan sistem ekonomi yang berhasil?

Sebenarnya tidak juga, ekonomi liberal menyebabkan banyak sekali resesi dan krisis karena hukum pasar yang berlaku di sini. Lebih mirip dengan hukum rimba-nya ekonomi. Barangkali, suatu saat kita akan menemui pula dunia yang akan merasa lelah dengan sistem ekonomi yang semakin lama semakin berbelit ini. Ekonomi liberal akan menyebabkan perputaran kekuatan harta semakin lama semakin kompleks. Orang barangkali dapat menciptakan sebuah nilai harta dari sesuatu yang sebenarnya tidaklah bernilai seperti buble.com beberapa dekade yang lalu. Dan tren seperti ini akan terus bermunculan dari waktu ke waktu.

Jika keadaan diatas sudah terjadi, maka kemana manusia akan mencari jalan keluarnya?

Manusia semakin lama semakin tergantung dengan teknologi. Dunia penerbangan sekarang sudah hampir 100% dijalankan dengan autopilot, perdagangan saham juga sebagian besar dilakukan oleh robot, manafuktur industripun semakin sedikit menggunakan tenaga manusia. Perlahan-lahan manusia semakin menyerahkan kewajiban dan hak hidup mereka kepada teknologi yang bisa kita sebut sebagai robot, mesin, atau AI (artificial intelligence). Maka tidak menutup kemungkinan jika di masa mendatang, manusia akan semakin tergantung dengan AI, dan tidak menutup kemungkinan pula, kita akan menyerahkan kepemimpinan kita terhadap baris-baris kode yang menyusun AI. Mungkin awalnya kita tidak sadar akan hal itu, smart city misalnya mulai dibangun di seluruh dunia, di Jakarta salah satunya. E-government akan semakin meningkatkan efisiensi pemerintahan, bisa jadi suatu saat sistem itu akan menjalankan sebagian kecil sistem dari pemerintahan itu sendiri. Lalu bagaimana jika sistem AI itu akan menjalankan pemerintahan dengan tipe tertentu seperti sosialisme?

Ini sekedar opini individu saya semata, namun jika AI yang menjalankan sistem sosialisme untuk manusia, maka hasilnya akan jauh lebih baik daripada manusia. Tapi sekali lagi, tergantung dari beberapa faktor seperti seberapa baik algoritma AI itu, seberapa kompleks masyarakatnya, dan lain sebagainya. Yang jelas AI tidak akan memihak kepada salah satu kelompok atau individu manusia, ia juga tidak akan menyelewengkan peraturan, semua manusia akan diberikan hak dan kewajibannya secara adil, dan setiap pelanggaran sistem akan tidak pernah ditoleransi. Dengan begitu, sistem utopis akan mampu terwujud di dalam tananan hidup manusia. Akan tetapi ya, AI tetaplah mempunyai kelemahan dimana ia akan sangat kaku terhadap peraturan. Entah manusia akan senang atau tidak dengan hal ini.

 

4 Comments

  1. Bukan Sosialis mungkin Komunis, Sosialis beda dengan Komunis. Indonesia juga bisa dikatakan negara sosialis karrna masih mempunyai budaya gotong royong. Dan musyawarah dalam mencapai mufakat.

    1. Terimakasih atas koreksinya, sosialisme yang dimaksud di artikel ini adalah sosialisme komunis. Yang mungkin nanti bertransformasi menjadi Stalinist atau Maoist. Benar jika ada bentuk sosialisme lain seperti Sosialisme Demokrat yang justru sekarang berkembang di negara-negara Skandinavia.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.