Saya banyak sekali menulis tentang Perang Dunia ke 2, khususnya sepak terjang NAZI di kancah perng tersebut. Beberapa orang bertanya kepada saya, apa saya seorang simpatisan NAZI? Dan terlebih lagi, apakah saya seorang NAZI?
Saya bukanlah NAZI, dan juga bukan juga seorang simpatisan partai NAZI. Saya mengganggap diri saya sebagai seorang moderat. Baik di dalam pemikiran politik maupun dalam pemikiran religius. Mengapa saya menyinggung religius? Karena religiusitas sekarang ini erat kaitannya dengan pemikiran politik, terutama di Indonesia. Dan kaitan ini akan saya jelaskan di bawah nanti.
NAZI bagi saya adalah sebuah bencana dunia, mereka adalah rezim totaliter yang bergerak di luar batas nalar. Opresi, pembunuhan, pembasmian kelompok ras dan pemikiran politik tertentu, serta perang itu sendiri adalah tragedi. Namun memang, NAZI tidaklah unik. Rezim totalitarian Stalin misalnya atau Mao membunuh lebih banyak orang dibandingkan dengan Hitler. Namun kenyataan bahwa mereka duduk di dewan keamanan tetap PBB membuat cerita itu semacam tidak terlalu santer kita dengar sekarang ini.
Tidak usah jauh-jauh membicarakan tentang rezim totalitarian. Rezim-rezim barat dan dunia bebas lainnya yang mengklaim diri mereka suci-pun tidak luput dari dosa besar. Timur Tengah sekarang tercebur dalam konflik yang berkepanjangan adalah buah dari campur tangan suci kaum demokrat-liberalis. Begitu juga dengan banyak pembunuhan di India, penduduk lokal Amerika Serikat, dan tidak terkecuali di Indonesia.
NAZI adalah tragedi, demikian juga dengan paham lain, demokrasi, sosialis, liberalis, religius. Semua mempunyai dosa terhadap kemanusiaan, karena setiap paham politik pastilah tidak mampu lepas dari kepentingan politik. Dan di dalam politik pasti terdapat kambing hitam yang harus dikorbankan.
Namun apabila disuruh memilih, apakah saya harus hidup di dunia yang terkungkung seperti NAZI atau dunia bebas? Saya tentu memilih untuk berada dalam dunia bebas. Sebuah pilihan yang logic dan barangkali tak ada satupun orang yang akan berpikiran lain. Dan barangkali anda akan berpikir, alangkah bodohnya pemikiran seperti itu?
Namun jangan salah, NAZI dipilih secara demokratis. Artinya orang Jerman (yang pada waktu itu dikenal sebagai salah satu paling intelek di dunia) memilih sistem totalitarian secara sukarela. Dan hal seperti itu sering sekali terjadi di dunia ini. Roma memilih dictactore pada saat tertentu dan mereka melakukannya (lagi) secara demokratis. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Saya sendiri tidak tahu, dan tidak ahli dalam hal ini. Barangkali para psikolog mampu menjawabnya dengan jauh lebih baik dan lebih terperinci. Namun bagi saya, faktor paling besar adalah munculnya benih intoleransi dalam sebuah bangsa. Jerman yang waktu itu kalah Perang Dunia 1 mencari kambing hitam bangsa Yahudi. Bangsa yang mereka anggap tidak loyal pada Kekaisaran Jerman di kala itu. Bangsa Jerman yang lelah dan mulai muak dengan kaum intelektual mereka beralih kepada paham radikal yang mereka anggap mampu memberikan sebuah solusi. Namun solusi itu nyatanya membawa mereka kepada sebuah bencana yang luar biasa besar. Sebuah bencana yang menjadi tangis tidak hanya pada bangsa Jerman tapi juga bagi dunia.
Lalu apakah Indonesia bisa menjadi seperti Jerman-NAZI? Saya berkata bahwa kemungkinannya besar sekali. Bangsa Indonesia yang baru belajar berdemokrasi ini barangkali sudah lelah dengan keadaan demokrasi yang tidak menentu. Bagi orang kebanyakan, memang lebih enak bekerja sedikit, namun mendapatkan hasil yang cukup untuk hidup (seperti pada masa orba). Tidak seperti sekarang, orang harus bersusah payah untuk mendapatkan sesuap nasi, yang juga dibayar dengan sedikit kebebasan berbicara.
Uniknya belajar tentang NAZI dan Perang Dunia 2 pada umumnya adalah bahwa tragedi semacam ini terus berulang. Dan Indonesia bukan salah satu yang dapat lepas dari roda sengsara seperti itu begitu saja. Kita sekarang mempunyai kebebasan dan hak untuk berbicara serta berfikir. Dan kebebasan semacam itu adalah sebuah hal yang sangat mahal di dunia ini. Barangkali ada ribuan orang yang tidak ingin kita mendapatkannya, namun ribuan orang lagi hidup karena ada hal itu. Yang jelas, saya tidak mau Indonesia tumbuh menjadi negara totalitarian seperti NAZI dan saya tidak ingin hidup di dalamnya. Saya ingin Indonesia menjadi negara yang bebas, walaupun masih dalam tatanan budaya dan sopan santun bangsa.
Hallo.. saya baru mulai membaca blog anda.. sangat spesial sekali blog nya..
Dalam pembahasan ini, saya baru memahami NAZI dekat dengan intoleran. Mudah-mudahan Indonesia lepas dari hal ini tetapi juga menjadi bangsa yang berpendirian.
Terimakasih atas review nya. Semoga dari sejarah, bangsa kita dapat belajar sepenuhnya…
Ambil baiknya, tinggalkan buruknya sepetinya pilihan terbaik kan?