Selama ini kita mendengar bahwa cadangan minyak dunia semakin menipis. Dalam rentang waktu beberapa dekade lagi, bumi akan kehabisan emas hitamnya yang selama ini menjadi motor penggerak kemajuan manusia. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak, seharusnya semakin lama harga minyak semakin tinggi. Namun apa yang kita lihat sekarang ini justru sebaliknya, harga minyak semakin lama semakin rendah. Apa yang terjadi sebenarnya?
Harga barang, tidak terkecuali emas hitam selalu dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada supply and demand, proses pengolahan, dan margin yang didapat distributor atau produsen. Namun, minyak memang unik. Komoditas itu selain mempunyai nilai ekonomi, juga mempunyai nilai geopolitik yang cukup besar. Sangat besarnya sehingga beberapa konflik dewasa ini disebabkan olehnya.
Akan tetapi, komoditas itu bukannya tanpa pesaing dan halangan. Beberapa faktor membuat harganya terpaksa untuk diturunkan dengan meningkatkan jumlah produksi dan lain sebagainya. Berikut adalah beberapa sebab mengapa harga komoditas superstar itu semakin murah tiap saatnya:
1. Mengalahkan Energi Terbarukan
Tren penggunaan energi minyak dewasa ini mulai menurun. Hasil residu dari energi itu menghasilkan terlalu banyak emisi karbon yang buruk bagi udara dan atmosfer bumi. Energi alternatif lain seperti angin, tenaga matahari, panas bumi, dan bahkan nuklir menjadi pilihan yang bagus. Energi-energi tersebut selain ramah lingkungan, juga tidak membutuhkan sumber banyak biaya untuk me-maintenance resource daya-nya, atau seperti nuklir, mereka mampu menghasilkan daya yang besar. Berbeda halnya jika sumber energi berasal dari sumber yang tak terbarukan seperti minyak atau batu-bara.
Walaupun mempunyai banyak keuntungan, konversi negara-negara untuk menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan perkembangannya sangat lambat. Sebabnya, penggunaan energi ramah lingkungan membutuhkan instalasi perangkat yang tidak murah. Outputnya-pun tidak sebesar konversi energi konvensional. Ambil contoh, solar panel hanya mampu paling banter mengkonversi 30% panas yang dihasilkannya untuk menghasilkan listrik.
Satu hal yang pasti, penggunaan energi terbarukan akan mengurangi pangsa pasar penjualan minyak secara umum. Kurang lebih, 3%-5% energi dunia sudah dihasilkan dengan energi yang lebih ramah lingkungan. Tren tersebut akan terus mengalami peningkatan kedepannya. Maka dari itu, harga emas hitam diturunkan untuk menghalangi akselerasi konversi energi tersebut. Saya tidak yakin apakah para negeri penghasil produk itu tidak aware terhadap bahanya emisi karbon yang dihasilkan dari residu pembakaran energi fosil. Hanya saja, jika akselerasi pertumbuhan energi ramah lingkungan terlalu cepat, ekonomi negara-negara penghasil minyakpun akan cepat runtuh. Tanpa mereka dapat mempersiapkan alternatif fokus ekonomi mereka.
2. Munculnya Banyak Pesaing
China dewasa ini merangkul negara-negara Afrika untuk mau menjual minyak mentahnya secara langsung ke mereka. Hal itu dirasa penting, mengingat China mempunyai konsumsi sebesar 9,7 juta barel per harinya. Jumlah itu menempati posisi kedua setelah USA yang mengkonsumsi lebih dari 19 juta barel minyak tiap hari. Disamping itu mereka juga berusaha untuk mengolah minyak dari tambang-tambang di dalam negerinya sendiri. Negara itu bahkan getol sekali mengklaim wilayah sparty island (di sekitar perairan Filipina) karena disana kemungkinan mempunyai banyak cadangan minyak.
Selain import China, Russia justru melakukan export besar-besaran terhadap minyak buminya. Negara tersebut menghasilkan 10,8 juta barel per hari. Jumlah tersebut termasuk ke dalam nomor 3 besar dunia setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi. Membanjirnya minyak Russia ini disinyalir mampu menggoyahkan harga yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
3. Ditemukannya Teknologi Fracking
Fracking atau Hydraulic Fracturing adalah salah satu proses ekstraksi minyak dengan memompa air (dan beberapa elemen kimia lain) ke tanah dalam. Fracking bertujuan untuk mendapatkan sumber minyak bumi yang selama ini terpendam jauh di dalam kerak planet. Beberapa negara seperti Perancis dan Jerman sempat membatasi diri dalam melakukan Fracking. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan keamanan dan efek lingkungan yang ditimbulkan akibat menggunakan metode tersebut terhadap alam. Hanya saja, negara-negara yang dahulu menolak fracking perlahan-lahan mulai melakukan evaluasi kebijakannya. Entah hal ini disebabkan karena proses kimia yang aman telah benar-benar ditemukan. Atau memang profit yang dihasilkan tidak dapat membendung keinginan pemerintah negara tersebut untuk menggunakannya.
Di Amerika Serikat, fracking mampu menaikan produksi 45% untuk minyak bumi dan 17% gas alam. Sebuah angka yang cukup signifikan untuk sebuah ekstraksi hasil alam. Dengan begitu, Amerika serikat menjadi negara tersebesar di dunia dalam urusan produksi minyak. Negara itu mampu menghasilkan 13,9 juta barel per hari. Dua juta barel lebih tinggi daripada Saudi Arabia yang terkenal sebagai produsen minyak itu.
Tentu saja, dengan semakin banyaknya produksi minyak, harganyapun tertekan jauh lebih dalam. Disini ada dua kemungkinan, pertama, negara-negara penghasil minyak sengaja menurunkan harga agar perusahaan minyak Amerika yang menggunakan fracking jatuh. Dan memang banyak yang sudah mengalaminya. Kedua, fracking memang mampu menghasilkan banyak sekali produk sehingga harga otomatis turun drastis.
4. Monopoli OPEC
OPEC atau Organization of the Petroleum Exporting Countries menjadi kartel monopoli terbesar minyak di seluruh dunia. Mereka mencakup 40% total produksi dunia dan Indonesia baru saja bergabung kembali dengan organisasi itu di awal tahun 2016. Dengan kekuatan sebesar itu, mereka mampu mendikte bagaimana proses penjualan dan harga emas hitam itu dari hulu ke hilir. Dan dalam sejarahnya, krisis di tahun 70an juga berasal dari embargo organisasi ini.
Dengan munculnya banyak pesaing baru seperti China dan Russia, serta Amerika yang tengah gencar menggunakan teknologi Fracking, dominasi OPEC mulai terancam. Oleh karena itu, mereka meningkatkan terus produksinya guna membanjiri pasar dengan produk mereka. Ini akan membuat negara-negara OPEC kehilangan keuntungan mereka untuk sementara. Namun jika terus berlanjut, para pesaing OPEC akan mati perlahan. Sekarang saja, beberapa perusahaan seperti BP dan SHELL telah mengumumkan untuk mengurangi pegawainya.
5. Pencabutan Sanksi Iran
Pencabutan Sanksi Iran di awal tahun 2016, negara itu siap kembali ke kancah ekonomi dunia. Dengan total produksi sebesar 3,3 juta barel per hari, mereka memproduksi 4% dari minyak dunia. Iran sendiri termasuk negara OPEC dari mulai tahun 1960. Namun buruknya hubungan negara Shah itu dengan dengan Saudi Arabia dan terutama sanksi barat membuat negara itu tidak mampu mengoptimalkan emas hitamnya.
Sekarang, Iran telah bebas dari belenggu yang membatasi perdagangannya. Para analis masih meraba kemana arah Iran setelah ini, namun satu yang pasti, persaingan ekspor emas hitam akan jauh lebih hebat daripada sebelumnya.
Sumber:
- New York Times tentang oil prices
- Youtube tentang oil prices what’s going on
- World Export tentang top oil exporters