Judul yang saya tulis diatas mungkin sedikit konyol dan barangkali salah kaprah. Tapi well ya, ini adalah blog, dan asalkan tulisan saya tidak menyinggung atau melukai banyak orang, barangkali tetap sah-sah saja dituliskan. Global Warming seperti yang sudah kita ketahui bersama adalah ancaman yang nyata. Ia bukan sebuah teori atau ancaman yang baru datang beberapa puluh tahun lagi. Global Warming sedang terjadi sekarang ini dan jika kita tidak mencegahnya maka dunia yang kita cintai ini akan hancur.
Lalu apa hubungannya Global Warming dengan Perang Dunia 2? Perang Dunia 2 boleh dibilang adalah perang industri. Pada posting saya sebelumnya, saya membahas bahwa perang tersebut tidak semata-mata dimenangkan di garis depan. Perang tersebut membutuhkan banyak sekali resource dan kemampuan industri untuk menghasilkan senjata yang dibutuhkan di garis depan. Memang pada Perang Dunia 1, kita sudah melihat awal dari perang modern. Namun Perang Dunia 2 levelnya jauh lebih besar dan luas dibandingkan dengan perang-perang sebelumnya.
Pada data yang disediakan oleh NOAA, terdapat pergerakan signifikan suhu selama sebelum dan terjadinya perang. Puncaknya, terdapat kenaikan suhu hampir 0.5 derajat pada akhir 1945an. Setelah perang, terjadi penurunan drastis suhu rata-rata dunia. Namun setelah tahun 1970-an, terjadi kenaikan suhu rata-rata global yang sangat signifikan. Trend kenaikan suhu itu terus berlangsung hingga saat ini.
Diatas, saya membahas bahwa setelah perang, terjadi penurunan suhu untuk beberapa saat. Saya mencoba mencari data konsumsi energi di kala itu. Namun jarang ada data akurat sebelum tahun 1965. Data diatas barangkali adalah salah satu data yang berhasil saya temukan, dan maaf jika data tersebut sangat sederhana dan juga mungkin tidak begitu akurat. Data tersebut menunjukan jika di tahun-tahun setelah perang, konsumsi batu-bara mengalami penuran. Wajar saja karena beberapa negara besar seperti Jerman dan Jepang kala itu industrinya hancur. Beberapa negara seperti Uni Soviet dan USA barangkali juga sedikit menekan output industrinya karena mempertahankan jumlah produksi sebesar di waktu perang akan sangat mubazir. Namun mengapa penurunan kapasitas industri di kala itu justru berbalik arah di tahun 1970an?
Ada beberapa sebab yang membuat emisi karbon meningkat pada era 70an. Pertama, penggunaan kendaraan pribadi semakin populer. Kendaraan pribadi membuat orang dengan leluasa dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ini awalnya menarik, dan mengingat harga mobil maupun motor di kala itu mampu dibeli orang banyak, akhirnya sebagian besar orang berpindah ke alternatif ini. Beberapa kota di Amerika Serikat, seperti Los Angles bahkan sengaja menghancurkan moda transportasi masalnya seperti trem. Di Indonesia sendiri, kita mungkin pernah melihat foto-foto orang menggunakan trem atau bus-bus di awal kemerdekaan. Namun itu semua menghilang ketika tahun 60 dan 70an dimana orang mulai menggunakan kendaraan pribadinya.
Yap kendaraan pribadi barangkali menarik untuk dibahas, tapi bukannya itu tidak berhubungan dengan Perang Dunia 2?
Menurut saya justru sebaliknya. Kendaraan pribadi yang sering dipakai orang waktu itu adalah keluaran dari industri yang berjaya selama perang. Mengapa begitu? Selama perang, industri-industri memproduksi tank, pesawat terbang, kapal perang, dan lain sebagainya dalam jumlah yang belum pernah dunia lihat sebelumnya. Sebagai contoh, M4 Sherman misalnya salah satu manufacturer nya adalah Ford Motor Company. Setelah perang, Amerika tentu masih memproduksi tank dalam jumlah tertentu, namun tidak sebanyak masa-masa perang. Lalu untuk mempertahankan performa perusahaan agar tidak jatuh, maka mereka mengalihkan produksinya ke tempat lain. Ini penting mengingat industri perang menyerap banyak sekali tenaga kerja. Jika tenaga kerja ini nantinya harus dirumahkan, maka ekonomi dari Amerika pada khususnya dan negara-negara pemenang perang lainnya akan kolaps.
Banyaknya tenaga kerja yang diserap industri membuat banyak juga orang yang mempunyai penghasilan lebih untuk dibelanjakan. Konsumerisme menanjak dan itu membuat banyak orang mampu membeli barang, kendaraan, dan makanan secara berlebihan. Konsumerisme itu membuat industri lebih bergairah lagi untuk menghasilkan barang sehingga lebih banyak lagi energi yang diserap oleh industri. Minyak, gas alam, dan batu-bara yang sedikit berkurang penggunaannya setelah perang justru semakin meningkat di era 60an dan 70an. Dan tren itu belum berkurang hingga hari ini.
Sebab kedua adalah pembatasan yang ketat di negara-negara yang kalah perang. Terutama Jerman dan Jepang yang pada dasarnya mereka mempunyai embrio industri yang kental. Saya ambil contoh Jepang, karena mereka tidak boleh memproduksi alat-alat militer mereka secara besar, industri mereka mengalihkan fokusnya pada barang-barang konsumsi. Mitsubishi, Nissan, dan kemudian nantinya perusahaan seperti Toyota dan lain sebagainya mulai melakukan ekspansi besar-besaran keluar negeri. Ini merubah wajah Asia selamanya, kendaraan-kendaraan Jepang menyerbu Asia Timur dan Asia Tenggara. Bahkan hingga kini, masyarakat Indonesia masih sangat tepatri jika kendaraan-kendaran Jepang adalah yang terbaik. Harganya tidak mahal, namun kualitasnya cukup baik, belum lagi mereka mampu menciptakan mesin hemat bensin yang sangat cocok bagi masyarakat kita. Orang-orang yang ingin mentereng pergi kemana-mana dengan mobil tapi tidak ingin menghabiskan banyak uang untuk membeli bensin.
Sebab ketiga adalah, merdekanya banyak negara setelah Perang Dunia 2. Kemerdekaan itu bagus dan memang diharapkan banyak pihak. Namun di sisi lain, kemerdekaan negara-negara membuat penduduknya atau setidaknya pemerintahnya haus akan kekayaan. Apapun akan mereka lakukan untuk membuat mereka lebih kaya atau lebih makmur dibandingkan saat mereka dijajah. Tentu saja, ketika dijajah, mereka tidak mampu mengharapkan lebih kecuali sebatas apa yang pejajah mereka berikan. Indonesia misalnya, penambangan minyak dilakukan, pemangkasan hutan, pembangunan pabrik-pabrik sawit dan lain sebagainya. Pemerataan kesejahteraan membuat konsumsi energi menjadi meningkat drastis. Ini memang dilema, karena negara manapun pasti ingin jika negaranya sejahtera, atau setidaknya mereka mampu menghidupi rakyatnya. Negara-negara seperti India dan China juga haus akan industrialisasi sehingga mereka memilih menggunakan energi murah seperti batu-bara untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi mereka. Kita tidak bisa mencegah ini karena barat sebelumnya sudah melakukan hal yang sama selama berberapa dekade.
Jadi apakah Perang Dunia 2 menyebabkan global warming? Secara langsung memang tidak karena sebelum perang pun negara-negara barat sudah melakukan industrialisasi yang menyebabkan udara kita semakin kotor. Namun setelah perang, akselerasi konsumsi energi, penambangan, dan pemangkasan hutan semakin meningkat. Wajar saja karena penduduk dunia semakin banyak, negara ingin semakin sejahtera, dan orang semakin ingin dirinya maju. Jika saja semua nafsu itu diarahkan ke green energy, tentu saja dunia ini mungkin masih dapat diselamatkan. Jika perubahan tidak dapat dilakukan dalam skala besar, mulailah berubah dari diri anda sendiri.