Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelopor dari gerak pasukan mobile dan lapis baja dengan mengutamakan kedinamisan, gerak cepat dan fire power adalah Jerman dengan Jendral Heinz Guderian, akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ketangguhan dan superioritas divisi-divisi panzer Jerman mulai tersaingi, bukan oleh kualitas saingannya, namun karena kuantitasnya.
T 34 Dengan Meriam 76mm
Serangan Jerman terhadap Uni Soviet di pertengahan tahun 1941 seolah-olah tak terhentikan. Gerak maju divisi-divisi Jerman yang dipadukan dengan gerak tentara lapis bajanya sungguh mencengangkan dunia. Bahkan dengan pertahanan yang didukung lebih dari 20.000 tank lapis bajanya, Soviet tidak mampu berbuat banyak. Itu karena kemampuan tempur dari tank-tank Soviet yang tidak baik. Serta kualitasnya yang dibuat dengan cara seadanya. Membuat tank yang berjumlah ribuan tersebut terbantai sia-sia di medan pertempuran di awal perang.
T 34 adalah Jawaban dari Soviet atas serangan invasi Jerman yang membabi buta dengan divisi-divisi panzernya. Tidak seperti tank-tank Jerman yang biasanya rumit untuk dibuat. T 34 merusak semua gaya ortodoks Jerman dengan meninggalkan prinsip-prinsip itu. Tank tersebut dibuat sangat simpel terutama untuk memenuhi kebutuhan tank Soviet yang mendesak, karena dari hari ke hari, keadaan front mereka semakin memburuk.
Sejak awal peperangan dimulai di Front Timur pada pertengahan tahun 1941, Uni Soviet hampir tidak pernah mengalami kemenangan sedikitpun kecuali keberhasilannya dalam menggagalkan serbuan tentara Wehrmacht Jerman ke kota Moskow pada akhir tahun 1941. Situasi yang dihadapi militer Uni Soviet pada waktu itu benar-benar genting, jika terus menerus seperti itu, maka tidak mustahil jika Jerman akan dapat menguasai seluruh Uni Soviet bagian barat atau justru menguasai Uni Soviet secara keseluruhan. Uni Soviet memutuskan untuk menghentikan kemajuan pasukan Jerman, namun hingga sejauh itu belum ada suatu titik yang menentukan yang dapat menangkis serbuan pasukan agresor. Semua berubah ketika Jerman memutuskan menyerang Stalingrad, sebuah kota kecil di pingiran sungai Volga. Kota Stalingrad bukanlah kota strategis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, kota tersebut juga tidak mempunyai target historis maupun ideologis. Hitler tertarik untuk merebut kota itu semata-mata karena kota tersebut mempunyai nama Stalin (Stalingrad = Kota Stalin). Di mata Hitler, merebut kota Stalingrad dapat menjadi obat luka bagi kegagalannya setahun sebelumnya dalam merebut kota Moskow.
Tentara Jerman Bertarung di Stalingrad, Pertarungan Untuk Memperebutkan Sudut-Sudut Jalan Kota Seperti Ini Adalah Pemandangan Sehari-hari di Stalingrad.
Grup Tentara Selatan (Army Group South), sebenarnya bertujuan untuk merebut Ukraina yang kaya akan hasil alam dan terus menuju kaukasus untuk merebut ladang-ladang minyak yang ada di sana. Namun semenjak Hitler menginginkan merebut Kota Stalingrad, pasukan itu dibagi menjadi dua. Satu tetap menuju ke selatan, menuju ke Kaukasus sedangkan pasukan kedua atau disebut sebagai Tentara ke 6 (6th Army) dipimpun oleh Jendral Paulus bergerak menuju Stalingrad.
Friedrich Paulus – Jendral Tentara Jerman ke 6 Yang Memimpin Serangan Atas Stalingrad
Jendral Paulus adalah Jendral Jerman yang brilian dalam membuat dan membangun strategi pasukan secara besar, namun satu kelemahan Jendral itu yang akan berakibat fatal kemudian, Jendral Paulus adalah seorang Jendral Staf yang belum pernah memimpin pasukan bahkan setingkat resimen sekalipun. Dia terbiasa berada di balik meja untuk membangun strategi perang di markas besar Wehrmacht di Berlin. Promosinya untuk memimpin Tentara ke 6 adalah sebuah promosi besar. Tentara ke 6 bukan saja merupakan ujung tombak serangan Grup Tentara Selatan namun juga merupakan sekumpulan tentara veteran yang telah bertempur semenjak pendudukan Perancis. Tentara ke 6 juga dibekali peralatan terbaik untuk pasukan Jerman pada waktu itu. Singkat kata, Tentara ke 6 pimpinan Jendral Paulus adalah pasukan istimewa.
Sementara itu, pasukan Uni Soviet, Tentara Merah telah berhasil menghimpun kembali kekuatannya di belakang sungai volga. Tentara ini merupakan perpaduan dari Tentara Merah yang selamat dari pengepungan besar selama tahun 1941 dan rekrutmen baru yang masih segar. Beberapa tentara yang berasal dari Siberia juga dipindahkan setelah Uni Soviet mengetahui secara pasti bahwa Jepang tidak mempunyai minat untuk menyerang Uni Soviet dari arah timur. Beberapa peralatan tempur Uni Soviet yang dapat menandingi Jerman sudah rampung pengerjaannya, diantaranya terdapat Tank T-34 dan Peluncur Roket Katyusha. T-34 ini bahkan menjadi salah satu tank terbaik sepanjang Perang Dunia ke 2 karena kemampuan manuver dan mudahnya produksi tank ini sehingga hingga akhir perang, tank ini mencapai jumlah produksi lebih dari 33 ribu unit.