(Lanjutan dari bagian 1…) Setelah sopir taksi, pelayan restoran, dan pembersih bendara yang kebanyakan adalah orang-orang tua. Satu hal yang mungkin tidak ditemui di Indonesia lainnya adalah, gerai seven eleven yang kecil. Entah kebetulan atau apa, namun saya sama sekali tidak pernah menemui gerai seven eleven yang besar dengan WIFI dan tempat nongkrongnya. Salah satu gerai tersebut tepat berada di samping hotel, sebuah gerai kecil yang bahkan antara tempat makanan dan kasir dibagi jadi dua bagian.
Skyline Singapore
Pada hari pertama training, butuh waktu lama untuk menemukan Kallang Avenue. Daerah itu bahkan masih kosong di google maps. Dan ketika kami sampaipun, gedung di sana masih nampak baru dan masih sedikit sekali mempunyai tenant. Training berlangsung dengan baik, pengajarnya seorang berkembangsaan Amerika dengan nama Matthew Colona, namanya menggingatkanku dengan nama mobil.
Aku kira training di Singapura mirip dengan traning di Indonesia. Apa yang ada di benaku dan mungkin banyak orang lainnya adalah, makanan melimpah, snack, minuman gratis, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kali ini aku harus kecewa karena segala fasilitas itu tidak pernah ada. Jangankan snack di kala break, makan siangpun tidak ada! Kami harus mencari makan sendiri di kantin-kantin gedung.
Rasa makanannya cukup enak, hanya saja saya binggung dengan kebiasaan orang disini. Sebagian besar orang makan tanpa menggunakan minum. Bahkan tidak untuk sekedar teh ataupun air putih. Saya baru sadar ketika melihat struk pembelian makan siang yang ada di tanganku, harga minum untuk segelas teh adalah $ 2.5, atau nyaris 24 ribu rupiah. Cukup mahal untuk ukuran teh hangat yang rasanya biasa-biasa saja. Tidak heran jika orang sana lebih memilih makan sambil tersedak-sedak daripada harus membeli minuman yang tidak setara harganya.