Sejak awal, manusia selalu ingin menjelajah alam di sekitarnya. Dari padang rumput Afrika yang luas, nenek moyang kita telah berpindah melewati gurun-gurun yang kering untuk mencari tempat mencari makan yang lebih baik di Bulan Sabit Subur. Lalu dari tempat peradaban purba itu, manusia terus dan terus mendobrak perbatasan mereka hingga ujung dunia.
Cerita-cerita dan kisah masa lalu manusia dipenuhi dengan semangat penjelajahan. Semangat untuk menemukan tempat kehidupan baru, semangat untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, atau sekedar mencari tempat mengisi perut yang baru. Beragam motivasi, beragam keinginan mendorong manusia untuk selalu berpindah. Kadang rempah-rempah, terkadang pula emas, atau motivasi-motivasi keagamaan (seperti migrasi besar-besaran tentara salib).
Proses Teraforming Planet Mars
Namun ke depan, manusia tidak lagi mencari tempat hunian baru di planet asal kita. Lima milyar manusia sudah terlalu sesak memenuhi bumi yang mempunyai luas permukaan 510.072.000 km2. Sekarang kita mulai berpikir, apakah ada tempat di luar sana yang dapat kita tinggali? Atau setidaknya, adakah tempat di luar sana yang mempunyai “potensi” untuk dapat kita ubah sebagai hunian.
Kandidat pertama adalah planet tetangga kita, Mars. Mars, planet merah yang gersang itu, konon dahulu mempunyai atsmosfer yang jauh lebih bersahabat untuk mendukung kehidupan. Disinyalir pula, kehidupan pada level rendah pernah ada di planet Mars. Sedikit diragukan apakah kondisi planet Mars mampu mendukung kehidupan kompleks seperti manusia atau hewan di masa-masa sekarang.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, beberapa peneliti yakin bahwa kita mampu melakukan sedikit perubahan terhadap Mars. Ada dua solusi yang dapat dilakukan. Pertama, mengubah habitat Mars agar mampu menopang kehidupan kompleks seperti manusia dan hewan bersel banyak. Atau kedua, kita yang harus menyesuaikan habitat Mars yang sulit dengan membangun infrastruktur yang memadahi, Atau mungkin bisa juga dengan mengkombinasikan kedua solusi tersebut.
Mengubah habitat planet Mars sehingga kembali dapat menopang kehidupan seperti di bumi mungkin butuh waktu yang relatif lama. Paling cepat puluhan atau bahkan sampai ratusan tahun sebelum Mars benar-benar dapat dihuni oleh (bahkan) hewan bersel satu. Rencananya simpel, Mars akan dibuat beracun seperti keadaan bumi sekarang ini. Maksudnya bagaimana?
Mars akan dibuat agar penuh dengan kadar CO2 seperti bumi. Dengan begitu, efek rumah kaca akan terjadi sehingga meningkatkan suhu Mars (tidak hanya di sekitar khatuslistiwa, namun juga di daerah kutub yang kemungkinan besar masih menyimpan H2O dalam keadaan beku). Dengan memanasnya suhu permukaan Mars, maka es akan mencair, sama dengan proses mencairnya es di kutub utara dan selatan Bumi. Jika air sudah dalam bentuk liquid, maka biarkan alam yang akan mengambil alih proses berikutnya.
Di manapun ada air yang liquid, maka tempat tersebut akan mampu menopang kehidupan baik dalam bentuk sederhana maupun dalam bentuk paling kompleks sekalipun. Dan ketika air berbentuk liquid (dan dalam jumlah yang besar), maka ia akan mampu mempengaruhi proses iklim secara signifikan. Kita tinggal menunggu saja apakah Mars yang sudah berubah wajah itu akan menjadi inhabitlable atau kembali ke keadaannya yang gersang.
Mars One adalah Misi mengirimkan manusia untuk tinggal di Mars
Membuat infrastruktur hunian sementara di Planet Mars barangkali adalah solusi ampuh dan praktis yang mampu kita lakukan dalam waktu dekat ini. Mars One adalah salah satu proyek ambisius yang dilakukan untuk mencoba mem-bumikan sang Planet Merah. Proyek yang berpusat di Belanda ini yakin mampu mengirim manusia (dan membuatnya tinggal di Mars) sebelum tahun 2020. Siapapun bahkan bebas mengirimkan aplikasinya ke misi ini. Aplikan-aplikan akan diseleksi dan dipilih untuk mendapatkan tiket satu arah ke Planet Mars.
Mengirimkan manusia ke Planet Mars adalah misi yang sangat beresiko. Hampir dapat dipastikan, misi ke Mars adalah misi searah (tidak ada rencana untuk mengembalikan manusia kembali ke bumi). Kemudian muncul beberapa pertanyaan seperti: bagaimana manusia dapat bertahan hidup di sana? Mampukah manusia bertahan pada lingkungan yang benar-benar baru? Bagaimana cara mensuplai kebutuhan infrastruktur di Mars? Mampukah manusia berkembang biak di Mars? Berapa lama manusia perlu beradaptasi di Mars? Dan masih banyak pertanyaan lagi.
Barangkali, mengkombinasikan antara mengubah habitat di Mars dan membuat infrastruktur untuk kebutuhan manusia adalah yang paling aman. Namun tentu saja, misi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Resiko memang selalu ada, namun tidak ada kemajuan yang dapat diperoleh tanpa adanya resiko.
Sebuah pertanyaan yang barangkali sering diucapkan oleh peneliti perbintangan, kosmologi, dan ilmuwan pada umumnya adalah, apakah Bumi adalah satu-satunya tempat (di masa sekarang) di mana kehidupan dapat tumbuh dan berkembang. Atau ada sebuah tempat di luar sana yang pada saat ini juga, kehidupan tengah tumbuh berkembang, sama seperti yang ada di bumi.
Goldilocks Zone atau Habitable Zone (Ditandai Dengan Warna Hijau)
Kunci untuk menemukan planet yang dapat dihuni sebenarnya mudah. Caranya adalah mencari sebuah planet yang berada pada Goldilocks zone, atau sering juga disebut dengan Habittable Zone. Goldilocks zone adalah daerah di mana suatu planet mampu membentuk air liquid secara alami. Di dalam tata surya kita, GOldilocks zone adalah area di antara Venus dan sedikit di belakang Mars, Bumi termasuk di dalam Goldilocks zone tersebut. Goldilocks zone itu berbeda antara satu tata surya dengan tata surya yang lain. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain: besar kecilnya bintang, ukuran planet, usia tata surya, dan bentuk planet itu sendiri.
Sejauh ini, ilmuwan telah menemukan beberapa kandidat Planet di luar tata surya yang mungkin layak untuk dihuni. Salah satunya adalah planet Kepler 22b, sebuah planet yang mengitari Bintang Kepler 22. Planet tersebut di estimasi berada tepat di tengah-tengah Goldilocks Zone Kepler 22 dan diindikasikan mempunyai air liquid dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, konklusi untuk memastikan Kepler 22b adalah sebuah planet yang benar-benar mampu untuk ditinggali masihlah sulit.
Untuk meneliti planet di luar tata surya, jangan dibayangkan seperti melihat planet dengan teropong seperti kita melihat Mars atau Venus. Planet di luar tata surya terlalu jauh untuk dilihat melalui teropong, bahkan yang paling canggih sekalipun. Masalahnya bukan pada zoom view yang didapatkan, namun simpel saja, karena planet tidak mampu untuk memancarkan cahayanya sendiri. Selama ini, ilmuwan harus melihat dim, atau penurunan kadar sinar dari sebuah bintang agar tahu bahwa di dalam tata surya mereka terdapat sebuah planet.
Apapun itu, keinginan manusia untuk menjelajahi alam ini tak akan terbatas. Manusia selalu akan ingin menaklukan alam di sekitarnya, oleh sebab itu pula manusia mempunyai hasrat untuk terus dan terus berpindah hingga batas yang ia tidak ketahui. Terkadang, batas penjelajahan manusia adalah dirinya sendiri. Kemauan yang ada di dalam pikiran dan hati.
Apapun itu, keinginan manusia untuk menjelajahi alam ini tak akan terbatas