Di dalam kisah klasik yang diangkat ke layar lebar beberapa tahun yang lalu. Kita mendengar sebuah cerita yang menarik untuk di diikuti. Cerita tentang tiga ratus tentara Sparta, sebuah Polis atau negara kota kecil di selatan semenanjung Yunani, yang berjuang untuk menghalau invasi Kekaisaran Persia. Tiga ratus tentara Sparta yang dipimpin oleh Leonidas itu menantang kekuatan Persia yang berjumlah tiga ratus ribu tentara (ada versi yang mengatakan 2 juta tentara) di sebuah celah sempit di Utara Yunani bernama Thermopyla. Keseluruhan dari tiga ratus tentara Sparta itu tewas setelah berhasil mempertahankan celah Thermopyla selama beberapa hari dan membunuh ribuan tentara Persia. Membuat Kaisar Persia itu jirih untuk melanjutkan invasinya ke Yunani dan lebih memilih untuk pulang ke negerinya.
Ketika kita mendengar kisah semacam ini, siapapun pasti bertanya, bagaimana mungkin tiga ratus prajurit mampu menahan sebuah kekuatan yang berjumlah seribu kali lipat dibandingkan dengan dirinya. Apakah kisah itu hanya isapan jempol semata, sebuah kisah yang dilebih-lebihkan bahkan sebuah kisah mitos yang tidak nyata? Jawabannya bisa ya maupun tidak. Ya bahwa kisah itu memang benar-benar terjadi sekitar tahun 480SM. Namun tidak jika kita mengganggap bahwa seluruh kisah tersebut otentik. Mari kita telaah satu persatu.
Kita memuai dari Why? – Mengapa Kekaisaran Persia begitu ingin menyerang Yunani. Persia pada waktu itu adalah negara superpower, bisa dikatakan ia adalah negara terbesar di dunia kala itu. Adalah Cyrus (600-576SM?) yang telah membentangkan kekuasaan Persia. Kekuasaan negara itu kini membentang dari sungai indus di India, seluruh Iran, Transaxonia (Utara Iran), Mesopotamia (Babilonia dan Hitite), Mesir, Anatolia (Turki), bahkan sampai ke wilayah Bulgaria sekarang ini. Cyrius atau di dalam sejarah lebih dikenal sebagai Cyrus The Great adalah seorang penakluk yang unik. Ia tidak memaksakan kepercayaannya (Zoroaster), budaya, teks dan administrasi di tiap-tiap negara taklukannya. Ia justru memperbolehkan tiap-tiap provinsi tetap menjaga tradisi, kepercayaan dan administrasi mereka selama mereka masih tetap membayar pajak. Karena itulah banyak yang mengganggap Cyrus sebagai seorang pembebas daripada seorang penakluk.
Di Anatolia Cyrus merebut Kerjaan Ionia, sebuah kerajaan kecil bentukan koloni Yunani. Seperti kebijakannya yang sudah-sudah, ia memperbolehkan Ionia tetap menjaga tradisi mereka. Sebuah kota bernama Sardis dibangun untuk menjadi ibukota dari Ionia yang baru. Namun lima belas tahun sesudahnya. Sardis dibumi hanguskan oleh orang-orang Ionia yang memberontak (499-493SM). Sekarang Persia diperintah oleh Darius (550-486SM?) dan ia ingin membalaskan dendamnya kepada orang-orang Ionia ini. Pemberontakan dapat dihancurkan, namun baru-baru itu diketahui bahwa ada dalang di baling pemberontakan itu, dan bukti mengarah kepada Polis Athena.
Athena yang dimintai tolong oleh orang-orang Ionia setuju untuk mengirimkan bantuan. Selain bantuan uang dan makanan, mereka mengirimkan juga bantuan tentara ke Anatolia. Hancurnya Sardis adalah pukulan telak bagi Persia. Sebuah ibukota provinsi dari negara adidaya dapat runtuh dan hancur lebur berkalang tanah. Hal tersebut tentu saja menurunkan prestis dan bisa-bisa membuat wilayah-wilayah yang lain termotivasi untuk memberontak.
Namun balas dendam Darius kepada orang-orang Ionia saja tidaklah cukup. Ia menginginkan dalang di balik kehancuran Sardis ikut menanggung penderitaan. Ia mengirimkan sebanyak 30.000? (Sumber lain mengatakan 80.000) pasukan untuk menghancurkan Athena melalui jalur laut. Untuk menghadang ini, Athena dan negara-negara sekutunya memobilisasi 8.000 – 12.000 pasukan. Perang inilah yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Battle of Marathon.
Pertempuran ini terjadi pada tahun 490SM di tepi pantai kota Marathon, sebuah celah sempit diantara dua buah gunung. Hasil pertempuran ini adalah kemenangan telak bagi Yunani, kabar dari kemenangan ini kemudian dibawa oleh seorang pelari menuju Athena dan sampai sekarang masih diabadikan sebagai simbol Olimpiade atau yang sering disebut sebagai lari maraton.
Darius Insaf atas kekalahannya ini. Dalam sisa kekuasaannya, ia terus merencanakan serangan ulang ke Yunani. Namun ajal sudah menjemputnya sebelum rencana itu dapat direalisasikan.
Penerus Darius yaitu Xerxes (486-465SM) adalah orang yang akan mengeksekusi rencananya. Selama lima tahun, ia mendayagunakan kekuatan Persia yang luar biasa untuk mengumpulkan pasukan sebanyak dan sebaik yang ia bisa. Iapun berhasil mengumpulkan tiga ratus ribu pasukan (atau bahkan lebih) untuk menyerang Yunani.
When – Invasi Xerxes dimulai pada 480an SM. Untuk menaklukan Yunani, ia tidak menggunakan cara lama yaitu menyebrangkan pasukannya lewat laut seperti pendahulunya, Darius. Xerxes lebih memilih melalui jalan darat. Satu-satunya penghalang adalah selat Bosporus, yang sekarang ini terletak di dekat kota Istanbul, Turki. Untuk penghalang yang satu ini, Persia mempunyai solusi brilian yang masih digunakan oleh para insinyur militer bahkan hingga hari ini. Solusi tersebut adalah sebuah jembatan ponton. Jembatan ponton adalah jembatan yang dibangun dengan mengaitkan beberapa perahu kecil atau benda-benda lain yang dapat terpung (sekarang biasa tong-tong besi) menjadi satu dan membentuk jembatan. Jembatan ini dibangun di daerah Hellespont, salah satu tempat di Selat Bosporus yang paling sempit jaraknya. Namun walaupun begitu, jarak jembatan ponton itu masih beberapa kilometer. Meskipun ukuran selat ini cukup dekat namun tetap saja orang-orang Persi harus membangun jembatan ponton sejauh 1.2 sampai 6 km. Jembatan ini tetaplah menjadi rekor jembatan terpanjang yang pernah dibuat manusia sampai masa modern.
Mungkin sekarang terbit pertanyaan, mengapa Xerxes tidak menyebrang saja menggunakan kapal ke pantai-pantai Yunani? Atau memang jika harus melewati jalan darat, mengapa tidak melalui jalan melingkar dari Anatolia, Georgia, Crimea (ukraina sekarang), dan masuk ke Bulgaria?
Untuk pertanyaan pertama, barangkali jawabannya adalah ‘jeri’. Yunani yang akan dihadapi oleh Xerxes bukanlah Yunani yang dahulu pernah dihadapi oleh Darius. Darius menghadapi Yunani yang land minded. Mereka tidak begitu memperhatikan permasalahan pembangunan armada perang lautnya. Namun Yunani yang dihadapi Xerxes adalah Yunani yang telah membangun armada lautnya. Adalah Themistocles (524-429SM), seorang komandan dan politisi Athena yang mendesak senat pholis itu untuk mulai melirik pembangunan armada lautnya. Themistocles adalah salah seoran pahlawan perang dalam Pertempuran Marathon beberapa tahun sebelumnya. Themistocles percaya bahwa nasib Yunani di masa mendatang akan ditentukan oleh Kapal Perang. Seperti ramalan yang diberikan oleh Oracle di Delphi -Nasib Yunani akan berada di balik sebuah tembok kayu- Athena dan beberapa negara Yunani lainnya mempunyai jumlah perkapalan mencapai 200 buah. Sebagiah kapal-kapal ini baru dan mempunyai kualitas yang baik. Sedangkan Persia mempunyai jumlah kapal sebanyak 1000 buah (perkiraan), kualitas dan jenisnya tidak diketahui. Jumlah itu sebenarnya cukup besar. Namun tidak cukup untuk diharuskan membawa ratusan ribu tentara ditambah harus berhadapan dengan angkatan laut Yunani yang tak sedikit.
Untuk pertanyaan kedua, perjalanan memutar melalui Georgia, Crimea dan turun ke Bulgaria adalah sebuah perjalanan yang sia-sia. Jarak yang ditempuh tidak kurang dari 2000mil. Sebuah kampanye offensif yang akan memakan waktu berbulan-bulan lamanya, belum lagi jika harus dihadapkan kepada persediaan logistik dan penaklukan daerah-daerah yang harus dilalui. Dengan melalui Hellenspot, jarak tempuh dapat diperpendek, resiko kegagalan juga dapat diperkecil karena pertempuran laut yang begitu riskan dan terlebih lagi jarak pasokan logistik dapat diminimalisir.
How – Pada 490SM, Pasukan Persia akhirnya bertemu pasukan aliansi Yunani di Thermophylae. Sebuah tempat celah sempit di utara Yunani yang berbatasan dengan bukit dan laut di kedua sisinya. Celah itu merupakan salah satu jalan tercepat untuk menuju ke wilayah tengah dan selatan Yunani. Pemilihan Thermophylae sebagai tempat pertempuran dianggap tepat menggingat posisi Yunani yang minoritas. Mereka kalah 1:50 dibandingkan dengan pasukan Persia.
Pasukan Yunani yang dikirim ke Thermophylae adalah jenis pasukan phalanx. Pasukan ini adalah pasukan infantri berlapis baja (heavy armored) dengan jubah baja, perisai, helm, pelindung kaki dan tombak sebagai senjata utamanya. Jenis pasukan ini lambat pergerakannya, namun pertahanan mereka maksimal.
Di sisi lain, pasukan Persia adalah pasukan yang lebih mementingkan manuver. Mereka tidak dibekali dengan perisai atau baju lapis baja yang memberatkan pergerakan. Pasukan persia dibagi menjadi 80% infantri dan 20% kavaleri. Pasukan kavaleri ini selain digunakan untuk menambah kekuatan manuver pasukan juga digunakan untuk melakukan hantaman terakhir yang signifikan terhadap pertahanan musuh. Pasukan semacam ini cocok sekali untuk bertempur di dataran luas di asia. Namun tidak di wilayah Yunani yang berbukit-bukit. (catatan: Wehrmacht – pasukan Jerman pada PD II yang melandaskan pergerakan pasukannya melalui pasukan panzer lapis juga juga mengalami kesulitan yang sama untuk menghancurkan pertahanan Yunani)
Thermophylae memaksa pasukan Persia untuk bertarung dalam gelombang-gelombang serangan seri. Satu gelombang dikirimkan, mengikuti gelombang pasukan di belakangnya, dan begitu seterusnya. Jenis pertempuran semacam ini akan lebih menguntungkan pihak yang mempunyai pertahanan yang lebih superior daripada manuver. Dan dalam hal ini, Yunani jauh lebih unggul.
Pasukan Sparta yang dikomandani oleh Raja Leonidas adalah salah satu bagian dari pasukan aliansi Yunani ini. Jumlah mereka hanyalah 300 orang saja. Mengapa hanya 300 saja? Padahal seharusnya sebuah Pholis mempunyai lebih banyak pasukan daripada itu. Jawabannya adalah diplomasi. Senat Sparta masih merasa ragu untuk bergabung dalam pasukan aliansi bentukan Athena itu. Bukan karena mereka disuap oleh Persia seperti pada cerita atau film yang pernah kita lihat. Melainkan karena tujuan dari serangan Persia ini adalah Athena itu sendiri. Sampai sejauh itu, Athena merupakan rival utama dari Sparta. Hancurnya Athena mungkin bisa saja sebuah keuntungan besar terhadap Sparta. Namun Leonidas bersikeras bahwa ia harus bergabung dengan pasukan itu. setidaknya untuk mencegah Persia dapat menguasai seluruh Yunani. Karena itulah, senat yang bimbang hanya memperbolehkan Leonidas membawa sebagian kecil pasukannya saja. Ia kemudian memilih pasukan terbaik dari yang paling baik.
Hari pertempuran pertama menjadi milik Yunani. Mereka mampu menghancurkan gelombang demi gelombang serangan pasukan Persia yang datang. Korban Persia di hari pertama itu menurut perkiraan mencapai jumlah sepuluh ribu orang, sementara korban Yunani tidak diketahui, namun bisa dipastikan sangat minimal sekali. Pasukan kavaleri tidak berguna dalam pertempuran semacam ini.
Hari kedua Persia memutuskan untuk mengirimkan pasukan Heavy Infantry mereka. Pasukan itu disebut sebagai immortal – pasukan yang berjalan dalam keheningan ketika bertempur. Wajah pasukan ini disamarkan dalam sebuah topeng yang menakutkan, mereka juga menggunakan pasukan pelindung tipis untuk menjaga tubuhnya dari serangan musuh. Perisai mereka berukuran besar namun tidak seperti pasukan Phalanx yang dilapisi baja. Perisai pasukan persia kemungkinan besar hanya terdiri dari sebagian besar kayu dan serat. Pasukan inipun belum mampu untuk menghancurkan pasukan Yunani yang mempunyai perlindungan begitu kuat.
Hari ketiga, Persia mampu mengetahui jalan pintas untuk membelakangi celah Thermopylae. Mereka mengirim dua gelombang pasukan, satu pasukan menghantam Yunani dari depan seperti hari-hari sebelumnya dan satu pasukan menghantam Yunani dari belakang, melalui jalan pintas. Yunani mengetahui berita tersebut dan kesatuan pasukan aliansipun pecah. Barangkali karena ketidakjelasan informasi yang mereka dapatkan. Celah jalan pintas yang membelakangi Thermopylae juga dapat mengarah ke selatan Yunani. Oleh karena itu mereka merasa bahwa tidak ada gunanya lagi untuk mempertahankan celah tersebut. Mereka harus ke selatan terlebih dahulu sebelum Persia mendahului mereka, untuk mempertahankan kota-kota mereka sendiri dari serbuan Persia. Namun Leonidas berkeras bahwa ia harus tetap tinggal di Thermopylae. Ia dan 300 prajuritnya dan kurang lebih sekitar seribu empat ratus orang tetap bertahan di celah tersebut. Dengan kekuatan yang begitu minim dan diapit oleh dua pasukan besar. Pasukan Sparta harus mengakui keunggulan Persia. Persia menghancurkan pertahanan pasukan itu dan membunuh setiap prajurit yang masih hidup.
Pasukan Yunani yang mundur terus menerus terdesak dan puncaknya adalah jatuhnya kota Athena ke tangan Persia. Themistocles dengan armada lautnya sebelumnya telah berhasil menggungsikan sebagian penduduk Athena ke tempat yang lebih aman. Pada tahun 480SM pasukan laut Persia dan Athena bertemu di Salamis. Sebelah selatan dari Athena. Pasukan laut Athena berhasil menghancurkan pertahanan laut Persia dan dengan ini suplai logistik pasukan Persia berada di ambang kehancuran. Dengan tidak adanya pertahanan laut, maka Persia tidak lagi mempunyai daya untuk melanjutkan ofensifnya ke Yunani. Xerxes memutuskan untuk mundur dan tidak pernah kembali ke Yunani.
Secara taktis, Persia memperoleh kemenangan di sini. Karena mereka telah berhasil mencapai tujuan mereka yaitu membumi hanguskan Athena, membalaskan dendam mereka terhadap Sardis. Namun ditilik secara Strategis, kampanye Persia di Yunani adalah sebuah kesalahan besar. Persia terlalu banyak menggunakan sumber daya mereka, kekayaan mereka habis dan ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa kampanye itu menyedot banyak sekali hasil bumi Persia. Secara perlahan-lahan kekaisaran besar itu melemah. Dan pada 330SM, Persia dapat dikalahkan oleh orang Yunani di negeri mereka sendiri. Orang yang menghancurkan Persia itu akan dikenal sepanjang sejarah dengan sebutan Alexander yang Agung.
jaman yunani, itu belum ada baja gan, saat itu dinamakan bronze age, jadi yang mereka bikin dari bahan metal, termasuk armor, baru terbuat dari perunggu.
Terimakasih atas masukannya. Memang Bronze vs Iron ini sedikit menjadi bahan pembicaraan di kalangan sejarawan. Apakah mereka masih menggunakan Bronze atau mulai menggunakan iron untuk kebutuhan pasukan. Satu hal, perunggu sifatnya langka di kala itu. Sehingga harganya cukup mahal untuk digunakan di medan pertempuran. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa pasukan Phalanx sudah menggunakan Iron karena baja relatif lebih mudah ditemukan dan harga produksinya murah. Di sinilah mengapa perunggu masuk ke dalam tiga logam yang umum dijadikan mata tukar (selain emas dan perak).
sama halnya dimasa emperium romawi, kalo tidak salah masih metal yg paling keras (menurut anggapan orang jaman itu) baru perunggu, makanya warna armornya kayak warna ke emasan.