Apakah Fasisme Sedang Bangkit Kembali?

Pemilihan umum Amerika Serikat di tahun 2016 keluar dengan hasil yang mengejutkan. Donald Trump menjadi Presiden negara adidaya itu mengalahkan Hillary Clinton yang digadang-gadang mampu memperoleh suara lebih besar. Hasil ini tentu mengejutkan bagi sebagian pengamat internasional karena Trump dianggap sebagai tokoh yang kontroversial dan sering mengeluarkan pernyataan tajam. Beberapa pernyataannya seperti kritiknya terhadap imigran Meksiko dan Muslim dianggap rasis dan penuh dengan kebencian. Trumph bahkan sempat mendapat dukungan kelompok-kelompok sayap kanan bawah tanah Amerika yang beraliran ultra nasionalis yang sebelumnya jarang ikut andil dalam kampanye politik.

USA vs China

Tren dunia sekarang ini memang sedang mengarah pada tujuan yang kita tidak dapat prediksi. Putin di Russia semakin mengukuhkan kekuatannya dengan melakukan aneksasi terhadap Krimea. Wilayah yang tadinya merupakan bagian dari negara Ukraina. China sedang gencar melakukan ekspansi ke laut China Selatan karena di sana dianggap sebagai kawasan yang kaya. Pulau-pulau kecil diubah menjadi pangkalan-pangkalan militer, termasuk landasan pacu 3 km yang mampu didarati pembom berat. Dan Eropa sedang dalam dalam krisis kepercayaan diri karena Uni Eropa yang menyokong persatuan negara-negara barat itu sedang berduka setelah Inggris menyatakan diri keluar.

Satu per satu partai sayap kanan Eropa juga mulai melancarkan kampanye pelepasan diri dari EU. Suara mereka meningkat drastis menjelang pemilu yang akan diadakan di Perancis, Jerman, Belanda, dan beberapa negara yang termasuk anggota EU. Salah satu isu yang menjadi senjata utama mereka adalah imigran. Kebijakan EU yang sangat longgar terhadap imigran diangap sebagai sebuah blunder.

Timur tengah sedang dalam keadaan yang tidak lebih menyenangkan daripada beberapa dekade lalu. Dua kubu besar sedang berebut pengaruh di sana. Arab Saudi di sisi pemeluk Sunni dan Iran di sisi pemeluk Syiah. Medan perang mereka luas mulai dari Syiria yang terus hancur lebur hingga ke Yaman. Belum lagi ISIS yang masih marajalela di mana-mana. Turki yang selama ini boleh dianggap salah satu negara timur tengah paling modern dan moderat diantara yang lainnya-pun tidak sedang dalam kondisi baik. Perdana Menteri Erdogan terus mencoba menancapkan kukunya di bekas kekaisaran Ottoman tersebut. Terakhir, ia mencoba membuat referendum yang memungkinkan ia berkuasa dalam jangka waktu yang jauh lebih lama. Referendum tersebut secara mengejutkan berhasil, dan hanya waktu saya yang mampu menjawab kemana arah Turki akan dikendalikan.

Di Indonesia sendiri bibit-bibit seperti ini sudah mulai muncul. Mengapa saya dapat klaim seperti itu? Karena saya mengalaminya sendiri. Dahulu, waktu saya masih kuliah, saya pernah mengkritisi salah satu perayaan tahun baru dari salah satu etnis yang dijadikan hari libur nasional. Saya mengganggap, hal itu terlalu berlebihan dan terkesan terlalu menggangkat derajat salah satu kelompok yang saya anggap minoritas kala itu. Waktu itu, saya memang masih berpikiran sempit dan tidak terbuka. Saya anggap, kelompok minoritas seharusnya lebih menghormati kelompok mayoritas, apalagi mereka adalah pendatang. Beberapa orang di account media sosial saya menyerang saya, mengatakan kalau apa yang saya pikirkan itu tidak pantas. Intinya, mereka mengganggap penentuan perayaan kelompok tersebut sebagai hari libur nasional bukanlah sebuah hal yang patut diperdebatkan. Toh perayaan itu terkait erat dengan keagamaan yang mereka anut, dan agama itu sudah diakui oleh undang-undang.

Namun, kini semua seolah berputar seratus delapan puluh derajat. Apalagi ketika pilkada ibukota beberapa saat yang lalu. Isu SARA seoalah menjadi angin segar kembali. Orang tidak lagi tabu untuk menghujat orang lain berdasarkan ras dan agama seseorang. Aksi-aksi demo-pun sering digelar dengan dalih agama mayoritas dan pribumi. Seoalah-olah di Indonesia ini sedang ada perselisihan besar antara agama mayoritas dengan agama minoritas atau ada perselisihan antara pribumi dengan warga keturunan. Sosial mediapun dipenuhi dengan hujatan dan umpatan yang menyudutkan kelompok tertentu. Bahkan mereka yang mencoba membelanya akan ikut mendapatkan hujatan.

Lalu, apa hubungannya SARA dengan fasisme? Fasisme biasanya adalah faham yang membutuhkan kambing hitam untuk memuluskan jalannya. NAZI misalnya mengganggap bahwa Yahudi adalah dalang kemalangan dan kekalahan Jerman selama Perang Dunia 1. Soviet juga menyalahkan kaum borjuis dan menangkapi mereka untuk bekerja paksa di gulag, atau sekedar membunuh mereka. Apakah NAZI dan Soviet adalah Fasisme, meskipun mereka mempunyai sebutan sendiri untuk ideologi mereka? Intinya kedua ideologi tersebut kurang lebih sama, otoritarianisme, pembungkaman kebebasan berpendapat, dan negara yang mempunyai kontrol mutlak terhadap penduduknya. Namun diatas semua itu, negara-negara fasis selalu mempunyai atau (jika tidak) akan membuat musuh imajiner. Mereka biasanya adalah kaum minoritas, atau kaum tersisih, atau kelompok dari negara dan kepentingan lain. Setiap ada isu SARA berkembang, di situ bibit-bibit opresi mulai muncul. Di tahun 1998, Indonesia pernah menjadi negara yang begitu memalukan. Kaum minoritas seolah didepak dari bumi pertiwi. Untung memang, perilaku keji itu tidak sampai meluas dan berkepanjangan.

Kita tidak tahu apakah Trumph dan Putin bisa dikategorikan sebagai tokoh fasis. Mereka adalah tokoh yang kontroversial, namun kita belum tahu kemana arah kebijakan mereka yang sebenarnya. Dan kita juga tidak tahu apakah fenomena yang muncul di Indonesia adalah sebuah fenomena sesaat atau justru sebuah gunun es. Namun kemunculan tokoh-tokoh dan pemikiran seperti ini patut untuk kita cermati. Tidak terkecuali juga di Indonesia. Puluhan tahun negara ini berada dalam genggaman pemerintahan otoriter dan diktaktor. Entah sudah berapa korban yang melayang akibat dari opresi pemerintahan kita terdahulu. Sekacau dan sejelek apapun kondisi demokrasi Indonesia sekarang, masih lebih baik kita hidup di iklim yang cukup bebas sekarang ini. Setidaknya, kita dapat berusaha agar suara kita dapat didengar, dan minoritas mampu untuk andil dalam pemerintahan.

3 Comments

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.